2.1 Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan dalam bioteknologi pangan
Bioteknologi pangan merupakan solusi
bioteknologi dibidang pangan, sejak dari mempersiapkan bahan sampai dengan
pengolahannya menjadi produk siap olah maupun siap hidang. Dengan batasan ini
ada ruang lingkup kegiatan dapat diklaim juga sebagai bidang bioteknologi
pertanian, serta kultur sel tanaman dalam rangka menghasilkan bibit unggul
tanaman.
Secara garis besar kegiatan bioteknologi
pangan dapat dijelaskan sebagai berikut:
2.1.1. Teknologi Sel Mikroba, untuk produksi
pangan terfermentasi dan aditif pangan.
Jauh beberapa abad yang silam, teknologi sel
mikroba tanpa disadari sudah diaplikasikan orang dibidang pangan, barangkali
lebih didorong oleh tujuan pengawetan pangan yang menghasilkan berbagi jenis
pangan terfermentasi seperti dadih, miso, tauco, tape dan sebagainya.
Barangkali teknologi mikrobial tertua untuk
menghasilkan bahan kimia (sekaligus bahan pangan) adalah produksi etanol oleh
khamir dan proses lanjutannya untuk mengahasilkan cuka (asam asetat) oleh
bakteri. Pada awal PD II ditemukan teknologi produksi gliserol oleh khamir yang
diransang oleh kebutuhan untuk memproduksi dinamit. Berbagai macam asam dan
enzim sudah dapat dihasilkan dengan bantuan mikroba ini. Bahkan sederetan bahan
kimia lain yang telah dapat diproduksi secara mikrobial. Intinya, mikroba sudah
terbukti merupakan agen biologis yang sangat potensial untuk mengahsilkan
berbegai jenis zat kimia. Banyak diantaranya merupakan bahan aditif pangan.
Teknologi produksi aditif pangan secara mikrobial
dilandasi oleh teknik manipulasi metabolisme agar zat yang dikehendaki
terakumulasi dan dikeluarkan dari dalam sel. Teknik manipulasi metabolisme ini
diperoleh dari mutasi konvensional seperti radiasi dengan sinar X, UV. Gamma
dan penggunaan mutagen kimia, maupun mutasi modern melalui rekayasa genetik.
2.1.2. Aplikasi Enzim untuk persiapan
Bahan maupun Pengolahan Pangan
Yang paling tua dari teknologi ini adalah
proses pembuatan keju. Kini teknologi aplikasi enzim untuk persiapan maupun
pengolahan pangan sangat luas. Aplikasi yang tergolong kelompok pertama
misalnya pembuatan sirup glukosa dari pati-patian yang melibatkan enzim-enzim α
dan β amylase, amiloglukosidase dan pullulanase, konversi glukosa ke fruktosa
oleh glukosaisomerase, penggunaan pektinase untuk membantu ekstraksi pati dari
bahan asalnya, modifikasi pati untuk mengubah sifat fungsionalnya dan
sebagainya.
Pada kelompok kedua selain contoh klasik
pembuatan keju adalah misalnya penggunaan lipase untuk menghasilkan emulsifier,
surfaktant, mentega, coklat tiruan, protease untuk membantu pengempukan daging,
mencegah kekeruhan bir, naringinase untuk menghilangkan rasa pahit pada juice
jeruk, glukosa oksidase untuk mencegah reaksi pencoklatan pada produk tepung
telur dan lain-lain.
2.1.3. Kultur Sel atau Jaringan
tanaman dan Tanaman Transgenik
Sel tanaman mempunyai kemampuan yang disebut
“totipotency”, yaitu kemampuan tumbuh dan berkembang biak untuk menjadi tanaman
lengkap pada medium yang memenuhi syarat. Dapat pula sel tersebut tumbuh tanpa
mengalami deferensiasi. Hal ini tertgantung pada kadar hormone pertumbuhan yang
diberikan. Dengan kenyataan ini maka kemungkinan pemberdayaan sel atau jaringan
tanaman untuk maksud-maksud berikut:
Produksi zat kimia atau aditif pangan
Menumbuhkan tanaman (dengan produk bahan
pangan) bersifat tinggi.
Menumbuhkan tanaman dengan produktifitas
bahan pangan tinggi.
Sifat variasi somaklonal dari sejumlah
populasi sel tanaman yang tumbuh dapat digunakan untuk menseleksi sel tanaman
yang unggul untuk memproduksi metabolit tertentu. Produk-produk aditif yang
dapat diharapkan dari sel tanaman antara lain:
Zat warna pangan (antosianin, betasinin,
saffron)
Flavor (strawberry, anggur, vanilla,
asparagus)
Minyak atsiri (mint, ros, lemon bawang)
Pemanis (steviosida, monelin)
Untuk semua tujuan aplikasi sel tanaman,
aplikasi teknik-teknik pemindahan gen seringkali diperlukan. Ini mencakup
teknik-teknik hibridisasi somatik, breeding sitoplasmik, mikroinjeksi gen,
teknik transwitch, transfer gen dengan perantaraan vektor.
Manipulasi tanaman dengan produk tanaman
pangan bersifat khusus contoh-contohnya adalah:
tanaman tahan terhadap herbisida
tanaman yang menghasilkan insektisida
tanaman yang tahan terhadap kondisi
tertentu
kacang tanah yang asin rasanya tanpa
diberi bahan tambahan
Tanaman dengan produktifitas pangan tinggi
dapat terdiri dari 2 bentuk: (i) tanaman dengan rasio biomassa dapat meningkat,
misalnya ukuran tanaman diperkecil tapi buah diperbesar, (ii) tanaman dengan
umur panen yang singkat sehingga menambah frekuensi panen dalam satu tahun
seperti yang sudah diperoleh pada padi.
Tanaman transgenik adalah khususnya tanaman
yang mempunyai gen hasil alihan dari mikroorganisme lain (walaupun definisi ini
adalah yang berarti asal menerima gen dari luar tanaman itu sendiri, jadi
termasuk yang berasal dari tanaman juga). Contoh tanaman dengan definisi
pertama adalah tanaman yang mengandung gen racun serangga dari Bacillus
thuringiensis (gen Bt). Tanaman kentang tahan terhadap herbisisda biolaphos,
tanaman kapas tahan terhadap herbisisda glyphosate.
2.1.4. Kultur sel Hewan dan Hewan Transgenik
Kultur sel hewan adalah sistem menumbuhkan sel
manusia maupun hewan untuk tujuan memproduksi metabolit tertentu. Pada saat
sekarang aplikasi dari system ini banyak digunakan untuk menghasilkan untuk
menghasilkan produk-produk farmasi dan kit diagnostik dengan kebanyakan jenis
produk berupa molekul protein kompleks. Hal yang paling mendorong kearah
aplikasi ini adalah karena biaya operasionalnya yang tinggi, terutama medium.
Selain itu system metabolisme sel hewan tidak “seramai” pada system metabolisme
sel tanaman. Sekalipun demikian ada aplikasi yang berhubungan tidak langsung
dengan masalah pangan, misalnya: penetapan jenis kelamin dari embrio yang akan
ditanam, penentuan masa ovulasi dari sapid an fertilisasi in vitro untuk hewan.
Aadapun contoh-contoh produk yang biasa dihasilkan oleh sel hewan misalnya:
interferon, tissue plasminogen activator, erythroprotein, hepatitis B surface antigen.
Hewan transgenic adalah hewan yang menerima
gen pindahan dari organisme lain (atau hewan yang sama) untuk tujuan-tujuan
yang tentunya dianggap menguntungkan bagi manusia. Ada jenis hewan transgenik
yang dianggap sebagai system produksi yang lebih baik bagi beberapa protein
yang biasanya doproduksi oleh sisitem sel hewan, salah satu contohnya adalah
produksi t-PA oleh tikus yang depresi pada susu. Dunia perikanan pun tak
ketinggalan dengan mengklon gen beku pada ikan salmon agar tahan dingin sehingga
menunda masa bertelur dan sebagai gantinya meningkatkan bobot badannya.
2.1.5. Rekayasa Protein
Aplikasi rekayasa protein dalam bidang pangan
melibatkan dua hal: (i) enzim melalui modifikasi molekul protein dan (ii)
modifikasi protein pangan untuk mengubah sifat fungsionalnya. Dalam hal tujuan
pertama sasarannya stabilitas enzim pada kondisi-kondisi khusus. Sasaran tujuan
kedua misalnya memperbaiki sifat elastisitas, kemampuan membentuk emulsi atau
kemampuan menstabilkan tekstur.
Contoh nyata dalam teknologi enzim misalnya
perbaikan kestabilan termal dari enzim glukosa isomerase. Gukosa isomerase dari
Actinomycetes missouriensis mengalami penggantian arginin oleh lisan pada
posisi 253 (K253Rl) menghasilkan jembatan garam yang lebih kuat antar permukaan
dimmer sehingga menjadi lebih tahan panas lebih rendah (sekitar 5.8). Dalam hal
modifikasi sifat-sifat fungsional belum ada contoh nyata yang menerangkan
hubungan struktur molekul dan fungsi, ditambah lagi dengan hal-hal lain seperti
interaksi yang komplek antar molekul protein dengan makromolekul dan
mikromolekul. Pemikiran awal terfokus pada pembentukan hambatan disulfida.
2.2 Hasil dari Bioteknologi Pangan
Teknik-teknik bioteknologi tanaman telah
dimanfaatkan terutama untuk memberikan karakter baru pada berbagai jenis
tanaman. Penekanan pemberian karakter tersebut dapat dibagi kedalam
beberapa tujuan utama yaitu peningkatan hasil, kandungan nutrisi, kelestarian
lingkungan, dan nilai tambah tanaman-tanaman tertentu. Sebagai contoh, beberapa
tanaman transgenik yang dikembangkan adalah:
Peningkatan kandungan nutrisi: Pisang,
cabe, raspberries, stroberi, ubi jalar
Peningkatan rasa: tomat dengan pelunakan
yang lebih lama, cabe, buncis, kedelai
Peningkatan kualitas: pisang, cabe,
stroberi dengan tingkat kesegaran dan tekstur yang meningkat
Mengurangi alergen: polong-polongan
dengan kandungan protein allergenik yang lebih rendah
Kandungan bahan berkhasiat obat: tomat
dengan kandungan lycopene yang tinggi (antioksidan untuk mengurangi kanker),
bawang dengan kandungan allicin untuk menurunkan kolesterol, padi dengan
kandungan vitamin A dan besi untuk mengatasi anemia dan kebutaan
Tanaman untuk produksi vaksin dan
obat-obatan untuk mengobati penyakit manusia
Tanaman dengan kandungan nutrisi yang
lebih baik untuk pakan ternak, dan lain-lain
Selain itu, pemanfaatan bioteknologi tanaman
seperti rekayasa genetika juga dapat memudahkan petani dalam budidaya tanaman.
Misalkan dalam pengendalian gulma yaitu dengan menghasilkan tanaman yang
memiliki ketahanan terhadap jenis herbisida tertentu. Sebagai contoh adalah
Roundup Ready yang terdiri dari kedelai, canola dan jagung yang tahan terhadap
herbisida Roundup. Di dunia saat ini telah banyak dilepas berbagai tanaman
transgenik. Sebagai contoh, di Asia yaitu di China pada tahun 2006 saja,
telah telah ada sekitar 30 spesies tanaman transgenik, antara lain padi,
jagung, kapas, rapeseed, kentang, kedelai, poplar, tomat (delay ripening dan
ketahanan virus), petunia (warna bunga), paprika (virus resistance), kapas
(ketahanan hama) yang telah dilepas untuk produksi.
Kemajuan dan penerapan bioteknologi tanaman
tidak terlepas dari tanaman pangan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia
termasuk kebutuhan nutrisi, kemajuan bioteknologi telah mewarnai trend produksi
pangan dunia. Padi saat ini masih merupakan tanaman pangan utama dunia. Dengan
demikian prioritas utama untuk teknik biologi molekuler dan transgenik saat ini
masih diutamakan pada padi. Selain karena merupakan tanaman pangan utama,
padi memiliki genom dengan ukuran sehingga dapat digunakan sebagai tanaman
model utama. Selain padi tanaman pangan yang telah banyak mendapat sentuhan
bioteknologi adalah kentang. Adapun beberapa contoh dan paparannya adalah
sebagai berikut.
Golden Rice
Penerapan bioteknologi pada tanaman padi
sebenarnya telah lama dilakukan namun menjadi sangat terdengar ketika muncul
golden rice pada tahun 2001 yang diharapkan dapat membantu jutaan orang yang
mengalami kebutaan dan kematian dikarenakan kekurangan vitamin A dan besi.
Vitamin A sangat penting untuk penglihatan, respon kekebalan, perbaikan sel,
pertumbuhan tulang, reproduksi, hingga penting untuk pertumbuhan embrionik dan
regulasi gen-gen pendewasaan.
Luasan lahan pertanian yang semakin sempit
mengakibatkan produksi perlahan harus ditingkatkan. Peningkatan ini tidak hanya
berupa peningkatan bobot panen namun juga nutrisi atau nilai tambah. Oleh sebab
itu dari suatu luasan yang sebelumnya hanya menghasilkan karbohidrat diharapkan
dapat ditambah dengan vitamin dan mineral. Hal inilah yang mendorong para
peneliti padi mengembangkan Golden Rice. Pada awalnya penelitian dilakukan
untuk meningkatkan kandungan provitamin A berupa beta karoten, dan saat ini
fokus penelitian tetap dilakukan.
Nama Golden Rice diberikan karena butiran yang
dihasilkan berwarna kuning menyerupai emas. Rekayasa genetika merupakan metode
yang digunakan untuk produksi Golden Rice. Hal ini disebabkan karena tidak ada
plasma nutfah padi yang mampu untuk mensintesis karotenoid. Pendekatan
transgenik dapat dilakukan karena adanya perkembangan teknologi transformasi
dengan Agrobacterium dan ketersediaan informasi molekuler biosintesis
karotenoid yang lengkap pada bakteri dan tanaman. Dengan adanya informasi
tersebut terdapat berbagai pilihan cDNA. Produksi prototype Golden Rice
menggunakan galur padi japonica (Taipe 309), teknik transformasi menggunakan
agrobacterium danbeberapa gen penghasil beta karoten tanaman daffodil hingga
bakteri.
Hasil Bioteknologi pada Tanaman
Kentang
Tanaman pangan dunia yang tidak kalah penting
adalah kentang. Seperti halnya padi, kentang juga menjadi komoditas utama yang
menjadi obyek penerapan bioteknologi tanaman. Teknik bioteknologi saat ini
telah banyak digunakan dalam produksi kentang. Baik dalam teknik penyediaan
bibit, pemuliaan kentang, hingga rekayasa genetika untuk meningkatkan
sifat-sifat unggul kentang. Dalam hal penyediaan bibit, saat ini teknik kultur
jaringan telah banyak digunakan. Teknik kultur jaringan memungkinkan petani
mendapatkan bibit dalam jumlah besar yang identik dengan induknya.
Teknik kultur jaringan juga dapat digunakan
untuk menghasilkan umbi mikro (microtuber). Produksi kentang dari umbi mikro
dan umbi konvensional menurut penelitian tidak berbeda nyata. Skema produksi
bibit kentang melalui teknik kultur jaringan. Umbi mikro kentang Selain itu
teknik kultur jaringan pada tanaman kentang juga bermanfaat terutama untuk
preservasi in vitro, fusi protoplas dan membantu dalam seleksi pada skema
pemuliaan tanaman. Pemuliaan kentang dilakukan untuk meningkatkan sifat-sifat
unggul dan menambah sifat baru sesuai kondisi yang diharapkan. Salah satu
kendala utama produksi kentang adalah serangan penyakit yang tinggi sehingga
pemuliaan kentang sering diarahkan untuk meningkatkan tingkat ketahanan tanaman
terhadap penyakit. Jika dilakukan secara konvensional diperlukan sedikitnya 15
tahun untuk menghasilkan kultivar baru. Hal ini terjadi karena kentang
komersial pada umumnya adalah tetraploid sehingga persilangan kentang akan
menghasilkan keragaman yang sangat tinggi. Untuk mengatasi permasalahan ini
teknik seleksi awal dengan teknik in vitro telah dilakukan serta dapat juga
dilakukan melalui marker assisted breeding (MAS). Untuk meningkatkan sifat
ketahanan dan sifat lain pendekatan rekayasa genetika juga telah dilakukan
melalui fusi protoplast dan tranformasi genetik.
Contoh pemanfaatan teknik transformasi
agrobacterium pada tanaman kentang adalah dengan menyisipkan gen dari spesies
liar yaitu Rpi-blb, Rpi-blb2 yang dapat meningkatkan ketahanan terhadap
Phytopthora infestans. Kentang tersebut dinamakan dengan kultivar Kathadin.
Contoh lain adalah kentang dengan kandungan pati yang tinggi yang dapat
menghasilkan kentang goreng dan kripik kentang dengan kualitas yang lebih baik
karena menyerap lebih sedikit minyak ketika digoreng. Kentang ini dirakit
dengan rekayasa genetika dengan menginsert gen dari bakteri ke kentang Russet
Burbank. Gen tersebut dapat meningkatkan kandungan pati umbi yang dihasilkan
dan menurunkan penyerapan minyak sewaktu digoreng. Hal ini dianggap
menguntungkan karena dapat menurunkan biaya produksi sekaligus lebih sehat bagi
konsumen.
Hasil penerapan bioteknologi tanaman
pada tanaman hortikultura
Dengan semakin meningkatnya pendapatan dan
kesadaran masyarakat akan arti penting kesehatan, kebutuhan akan produk-produk
hortikultura sebagai sumber vitamin meningkat. Selain itu dari sisi kesehatan
mental, kebutuhan produk hortikultura yang lain yaitu berbagai tanaman hias
turut meningkat. Teknik kultur jaringan telah dimanfaatkan secara luas
pada tahaman hortikultura, seperti perbanyakan klonal yang dikombinasikan
dengan teknik bebas virus pada kentang, pisang, anggur, apel, pear dan berbagai
jenis tanaman hias, serta penyelamatan embrio untuk mendapatkan tanaman hibrida
dari hasil persilangan interspecies. Teknologi rekayasa genetika juga telah
diaplikasikan pada tanaman hortiklutura. Sebagai contoh yang cukup
terkenal adalah Tomat FlavrSavr. Tomat merupakan salah satu produk hortikultura
utama. Seperti produk hortikultura pada umumnya, tomat memiliki shelf-life yang
pendek.
Shelf-life yang pendek ini disebabkan dengan
aktifnya beberapa gen seperti pectinase saat tomat mengalami kematangan. Dengan
kondisi seperti ini, tomat sulit sekali untuk dipasarkan ke tempat yang jauh
terlebih untuk ekspor. Biaya pengemasan sangat mahal seperti menyediakan
box yang dilengkapi pendingin. Untuk mengatasi hal ini para peneliti di Amerika
mencoba merekayasa kerja gen polygalacturonase (PG) yang berasosiasi dengan
shelf-life tomat yaitu dengan menginsert antisense dari gen PG.
Dengan demikian shelf-life tomat menjadi lebih
lama. Tomat ini dinamakan dengan FlavrSavr. Pada industri tanaman hias, teknik
kultur jaringan telah digunakan secara meluas pada berbagai tanaman hias.
Teknik kultur jaringan yang diaplikasikan mencakup kultur meristem,
organogenesis dan somatic embryogenesis, konservasi, eliminasi patogen.
Sementara itu untuk meningkatkan keragaman
dapat memanfaatkan adanya variasi somaklonal. Hal ini sangat penting dilakukan
mengingat tanaman hias kebanyakan dinilai dari segi estetika dan kelangkaannya,
serta bentuk-bentuk baru seperti bentuk serta warna daun dan bunga, arsitektur
tanaman, serta sifat-sifat unik tanaman tertentu. Teknik lain untuk keperluan
ini adalah mutasi. Pada industri tanaman hias dalam pot sering digunakan Zat Pengatur
Tumbuh untuk mengatur pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Contohnya
adalah penggunaan retardan untuk membuat pertumbuhan menjadi pendek dan
meroset.
Pemanfaatan rekayasa genetika pada tanaman
hias berpotensi untuk menambahkan sifat-sifat baru yang unik. Contoh tanaman
yang telah direkayasa antara lain krisan dan mawar dengan tingkat ketahanan dan
vase life yang lebih tinggi. Somatic embryogenesis Euphorbia pulcherrima. Hasil
variasi somaklonal pada spesies Anthurium
Hasil penerapan bioteknologi tanaman
pada tanaman perkebunan
Bioteknologi juga diterapkan pada beberapa
tanaman perkebunan seperti tebu, tembakau, kelapa sawit dan lain-lain. Hingga
saat ini kapas merpuakan komoditas yang paling banyak mendapat sentuhan
bioteknologi. Di Amerika, hingga saat ini tanaman transgenik yang paling banyak
dilepas adalah kapas.
Kapas transgenik yang terkenal adalah kapas Bt
(Bacillus thuringiensis). Dengan introduksi gen Bt ke tanaman kapas, tanaman
kapas menjadi tahan terhadap hama yang disebabkan tanaman dapat memproduksi
protein Bt-toxin. Bt pertama ditemukan tahun 1911 dan terdaftar sebagai
biopestisida di Amerika Serikat tahun 1961.
Salah satu dari sekian banyak kerugian merokok
adalah gangguan kesehatan karena kadar nikotin yang tinggi. Pendekatan
bioteknologi dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini yaitu dengan merakit
tanaman tembakau yang bebas kandungan nikotin. Dengan cara ini perokok dapat
terkurangi resiko gangguan kesehatannya.
Pada tahun 2001 jenis tembakau ini diklaim
dapat mengurangi resiko serangan kanker akibat merokok. Selain bebas nikotin,
sentuhan bioteknologi lain juga dilakukan untuk tanaman tembakau misalnya
dengan meningkatkan aroma menggunakan gen aroma dari tanaman lain. Salah satu
yang telah berhasil adalah menggunakan monoterpene synthase dari lemon.
2.3 Dampak
negatif yang ditimbulkan dari proses bioteknologi pangan
Pemanfaatan bioteknologi untuk meningkatkan
produksi pertanian menimbulkan kecemasan bagi sementara pihak tentang
kesehatan, yang menyangkut keselamatan umum, perlindungan lingkunga sampai
resiko terhadap kesehatan perorangan. Bioteknologi pertanian memberikan harapan
terciptanya suatu isitem pertanian yang berkelanjutan. Tetapi ada yang
berpendapat bahwa bioteknologi dapat mengakibatkan terciptanya gulma baru
maupun hama dan penyakit baru, memasukkan racun dalam makanan, merusak
pendapatan petani, mengganggu sistem pangan dunia, dan merusak keanekaragaman
hayati.
Pentingnya lingkungan dalam sistem pertanian
sering dikaitkan dengan konservasi sumber daya alam dan sumber daya hayati.
Kekhawatiran dari penerapan bioteknologi pertanian adalah potensi timbulnya
organisme baru yang dapat berkembang biak dengan tidak terkendali sehingga
merusak keseimbangan alam. Tanaman transgenik yang memiliki keunggulan
sifat-sifat tertentu dikhawatirkan menjadi “gulma super” yang berperilaku
seperti gulma dan tidak dapat dikendalikan. Selain menimbulkan dampak
agroekosistem, produk pangan transgenik dikhawatirkan membahayakan bagi
kesehatan manusia. Salah satu tanaman transgenik dapat menimbulkan alergi pada
uji laboratorium, yaitu kedelai transgenik yang mengandung methionine-rich
protein dari Brazil.
Ada empat jenis resiko yang mungkin
ditimbulkan oleh produk transgenik yaitu : (1) Efek akibat gen asing yang diintroduksi
ke dalam organisme transgenik, (2) Efek yang tidak diharapkan dan tidak
ditargetkan akibat penyisipan gen secara random dan interaksi antara gen asing
dan gen inang di dalam organisme transgenik, (3) Efek yang dikaitkan dengan
sifat konstruksi gen artifisial yang disisipkan ke dalam organisme transgenik,
dan (4) Efek dari aliran gen, terutama penyebaran secara horizontal dan
sekunder dari gen dan konstruksi gen dari organisme transgenik ke spesies yang
tidak berkerabat.
Resiko di atas menimbulkan potensi bahaya bagi
lingkungan dan manusia sebagai berikut: (1) Pemindahan DNA transgenik secara
horisontal ke mikroorganisme tanah, yang dapat mempengaruhi ekologi tanah, (2)
Kerusakan organisme tanah akibat toksin dari transgenik yang bersifat pestisida,
(3) Gangguan ekologis akibat transfer transgen kepada kerabat liar
tanaman, (4) Kerusakan pada serangga yang menguntungkan akibat transgenik
bersifat pestisida, (5) Timbulnya virus baru, (6) Meningkatnya resistensi
terhadap antibiotik, termasuk dan terutama pada manusia yang memakan produk
transgenik, dan (7) Meningkatnya kecenderungan allergen, sifat toksik atau
menurunnya nilai gizi pada pangan transgenik.
Keamanan pangan merupakan jaminan bahwa suatu
pangan tidak akan menyebabkan bahaya bagi konsumen, apaila pangan tersebut
disiapkan/dimasak dan atau dikonsumsi sesuai dengan petunjuk dan penggunaan
makanan tersebut. Untuk produksi bahan pangan, jasad hidup yang digunakan
haruslah jasad hidup kelompok GRAS (Generally Recognizes as Safe), yaitu kelompok
jasad hidup yang dianggap aman digunakan sebagai sumber bahan pangan.
Dalam rangka pengendalian pangan, parameter
obyektif sangat diperlukan dalam pembuatan keputusan. Hal itu adalah kebutuhan
terhadap kualitas pangan dan standard keamanan, pedoman dan rekomendasi.
Perdagangan pada pangan organik dan hasil pertumbuhan pada sektor ini dibatasi
oleh ketidakadaan peraturan yang harmonis diantara partner-partner dagang yang
potensial. Pada tahun 1991, masyarakat Eropa mengadopsi peraturan tentang
produksi organik hasil pertanian. Pada tahun 1999, CODEX Alimentarius
Commission (CAC) membuat pedoman untuk produksi, pemrosesan, pelabelan dan
pemasaran makanan-makanan yang diproduksi secara organik. Peraturan-peraturan
ini mengatur prinsip-prinsip produksi organik di lahan, pada tahap persiapan,
penyimpanan, transportasi, pelabelan dan pemasaran. Hal ini tidak secara
langsung mencakup hewan ternak tetapi pada proses pengembangan peraturan untuk
produksi hewan ternak secara organik. Adopsi dari pedoman internasional merupakan
langkah yang penting dalam penyediaan pendekatan yang terpadu untuk mengatur
subsektor makanan organik dan fasilitas bagi perdagangan makanan organik.
Pemahanam umum tentang pengertian dari organik seperti halnya yang ada pada
pedoman internasional yang diketahui memberikan ukuran yang penting terhadap
gerakan pemberdayaan perlindungan konsumen melawan praktek-praktek kecurangan.
2.4 Solusi
untuk mengurangi dampak negatif dari proses bioteknologi pangan
Pengertian pertanian organik awalnya berkembang
dari konsep pertanian akrap lingkungan yang di perkenalkan oleh Mokichi Okada
pada tahun 1935, yang kemudian dikanal dengan konsep Kyusei Nature Farming
(KNF). Konsep ini memiliki lima prinsip, yaitu : (1) Menghasilkan makanan yang
aman dan bergizi; (2) Menguntungkan baik
secara ekonomi maupun spiritual; (3)
Mudahdipraktekkan dan mampu langgeng; (4) Menghormati alam dan
menjaga kelestarian lingkungan; dan (5) Menghasilkan makanan yang cukup untuk
manusia dengan populasi yang semakin meningkat.
Pertanian organik merupakan metode pertanian
yang tidak menggunakan pupuk sintetis dan pestisida. Gambaran ini tidak
menyebutkan esensi dari bentuk pertanian, tetapi pengelolaan pertanian seperti
pemupukan tanah dan pengendalian masalah hama penyakit. Meskipun banyak teknik
tunggal yang digunakan pada pertanian organik digunakan dalam kisaran luas
sistem pengelolaan pertanian, yang membedakan pertanian organik adalah titik
tekan dari pengelolaannya. Pada sistem organik titik tekannya adalah
pemeliharaan dan pengembangan secara menyeluruh pada kesehatan
tanah-mikroba-tanaman-hewan (holistic approach) pada pertanian individual, yang
berpengaruh terhadap hasil saat ini dan di masa mendatang. Penekanan pada
pertanian organik adalah pada penggunaan input (termasuk pengetahuan) dengan
cara yang mendorong proses biologis dalam penyediaan unsur hara tersedia dan
ketahanan terhadap serangan organisme pengganggu tanaman. Pengeloaan secara
langsung diarahkan pada pencegahan masalah, dengan menstimulasi proses-proses
yang mendukung dalam penyediaan hara dan pengendalian hama penyakit.
Departmen Pertanian Amerika Serikat (1980),
menegaskan konsep pertanian organik adalah sebagai berikut: sistem produksi
yang menghindari penggunaan pupuk sintetis, pertisida, hormon pertumbuhan, dan bahan
aditif sintetik makanan ternak. Untuk hasil yang maksimum, sistem pertanian
organik mengandalkan rotasi tanaman, sisa-sisa tanaman, pupuk kandang, legume,
pupuk hijau, sampah-sampah organik, budidaya mekanis, batuan mineral, dan
aspek-aspek pengendalian hama penyakit biologis untuk memelihara produktivitas
tanah untuk menyediakan hara tanaman dan untuk mengendalikan serangga, gulma
dan organisme pengganggu tanaman lainnya.
Menurut CAC (1999), pertanian organik adalah
keseluruhan sistem pengelolaan produksi yang mendorong dan mengembangkan
kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologis dan
aktivitas biologis tanah. Hal itu menekankan penggunaan praktek-praktek
pengelolaan yang mengutamakan penggunaan input off-farm yang memperhitungkan
kondisi regional sistem yang disesuaikan secara lokal. Hal ini merupakan
penyempurnaan dengan menggunakan jika memungkinkan agronomik, biologis, dan
metode mekanis yang bertentangan dengan penggunaan bahan-bahan sintetik untuk
memenuhi fungsi-fungsi spesifik dalam sistem.
Sistem pertanian organik berpijak pada kesuburan
tanah sebagai kunci keberhasilan produksi dengan memperhatikan kemampuan alami
dari tanah, tanaman, dan hewan untuk menghasilkan kualitas yang baik bagi hasil
pertanian maupun lingkungan. Ada tiga kunci yang harus ada pada sistem
pertanian organik, yaitu : (1) merupakan suatu sistem pertanian menyeluruh; (2)
membatasi bahan aatau input noorganik; dan (3) menjaga kelestariaan dan
kelangsungan agroekosistem. Prinsip pertanian organik adalah bersahabat dan
selaras dengan lingkungan.
No comments:
Post a Comment